Minggu, 22 Januari 2012

Kongesti dan Edema

Kongesti
A.Pengertian Kongesti
Kongesti dan hiperemi mempunyai pengertian yang sama bila dilihat dari sudut adanya peningkatan volume darah pada jaringan atau bagian tubuh yang mengalami proses patologik. Hiperemi, atau lebih lengkapnya hiperemi aktif, timbul jika dilatasi pembuluh arteriol dan arteri menyebabkan peningkatan aliran daram ke dalam jaringan kapiler dengan terbukanya kapiler-kapiler yang tidak aktif. Dilatasi pembuluh darah ini disebabkan oleh lepasan zat-zat vasoaktif. Gerakan otot dan demam yang menimbulkan panas tubuh yang sangat tinggi dan memerlukan dilepaskannya suhu tersebut dapat dijumpai pada permukaan kulit. Orang yang merasa malu, misalnya, mukanya akan tampak kemerahan akibat adanya proses yang sama. Sedangkan bendungan (kongesti), yang disebut juga hiperemi pasif akan terjadi apabila aliran cairan tubuh yang melalui vena mengalami gangguan, misalnya pada sianosis atau peningkatan hemoglobin darah menaglami deoksigenasi. Dilihat dari waktu berlangsungnya, hiperemi dibagi menjadi dua, akut dan kronik.

B.Hiperemi Pasif (kongesti)
Jenis hiperemi ini lebih sering bersifat kronik. Aliran darah vena dari daerah tertentu menurun ditambah dengan pelebaran vena dan kapiler. Ada tidaknya pembuluh kolateral akan menentukan berat ringannya hiperemi. Pada gagal jantung kongersti dengan dekompensasi ventrikel kanan dan kiri terjadi bendungan vena sistemik. Tetapi pada gagal jantung kiri mungkin hanya menimbulkan gangguan aliran darah paru. Sebaliknya, pada dekompensasi ventrikel kanan, bendungan dapat terjadi di seluruh tubuh, tanpa gangguan paru. Obstruksi yang dapat menyebabkan hiperemi dapat berasal dari lumen, misalnya trombosis atau dari luar lumen seperti tekanan akibat tumor, ligasi, jaringan parut, hernia, volvulus, dan lain-lain. Pada obstruksi arus balik vena yang berasal dari ekstremitas dapat timbul dari bendungan lokal. Atau hanya melibatkan sirkulasi portal seperti terjadi pada hipertensi portal akibat sirosis hati. Bendungan jaringan kapiler berhubungan erat dengan timbulnya edema dan dengan demikian kongesti dan edema pada umumnya berlangsung bersama-sama.

C.Hiperemi Aktif
Bendungan aktif ini timbul karena jumlah darah pada arteriol sebagian jaringan tubuh bertambah. Disini rangsang saraf vasodilator atau hambatan hantaran saraf vasokonstriktor akan menyebabkan pelebaran pembuluh darah. Beberapa contoh bendungan yang lebih sering bersifat akut ini antara lain organ tubuh yang sedang bergerak aktif, kulit yang berwarna kemerahan karena malu, keadaan panas dan radang. Perubahan warna merah yang khusus terjadi pada radang disebut eritema.

D.Morfologi Jaringan pada Hiperemi dan Kongesti
Pada potongan jaringan yang mengalami hiperemi atau kongesti akan terlihat penuh sel darah dan tampak basah. Kongesti pasif misalnya yang timbul akibat sikap berdiri yang lam, menyebabkan hipoksia kronik. Selanjutnya, bendungan darah yang kurang mengandung oksigen ini dapat menimbulkan degenerasi atau bahkan kematian sel parenkim.
Pada pemeriksaan mikroskopi paru yang mengalami kongesti pasif akut dan kronik, kapiler alveol penuh dengan sel-sel darah. Jika alveol ini mengalami perdarahan sedikit saja atau terjadi pemecahan dan fagositosis sisa-sisa eritrosit akan tampak makrofag yang berisi hemosiderin pada rongga alveol. Makrofag ini dinamakan sel payah jantung (heart failure cell). Indurasi coklat (brown induration) terbentuk akibat pengumpulan cairan edema pada alveol dan jaringan interstisium septum alveol yang mengalami fibrosis ditambah dengan adanya pigmentasi hemosiderin.
Pada gangguan hati yang disebut sebagai hati pala, lobulus sentral berwarna merah-biru, dikelilingi jaringan hati yang tidak mengalami bendungan. Hati pala ini akan dijumpai pada obstruksi kronik vena kava inferior. Pada pemeriksaan mikroskopi, vena sentral dan sinus bengkak dipenuhi sel-sel darah. Gambaran sel hati dapat berbeda untuk kelainan yang tidak sama. Pada hati pala hepatosit sentral seringkali mengalami atrofi sekunder akibat hipoksia kronik. Tetapi pada gagal jantung berat, sel-sel ini akan mengalami nekrosis, yang biasanya disebut sebagai nekrosis hemoragik sentral. Sedangkan hepatosit perifer, yang tingkat hiposianya lebih ringan, mengalami perlemakan
Edema (oedema) atau sembab adalah meningkatnya volume cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) yang disertai dengan penimbunan cairan abnormal dalam sela-sela jaringan dan rongga serosa (jaringan ikat longgar dan rongga-rongga badan). Edema dapat bersifat setempat (lokal) dan umum (general).
Edema yang bersifat lokal seperti terjadi hanya di dalam rongga perut (hydroperitoneum atau ascites), rongga dada (hydrothorax), di bawah kulit (edema subkutis atau hidops anasarca), pericardium jantung (hydropericardium) atau di dalam paru-paru (edema pulmonum). Sedangkan edema yang ditandai dengan terjadinya pengumpulan cairan edema di banyak tempat dinamakan edema umum (general edema).
Cairan edema diberi istilah transudat, memiliki berat jenis dan kadar protein rendah, jernih tidak berwarna atau jernih kekuningan dan merupakan cairan yang encer atau mirip gelatin bila mengandung di dalamnya sejumlah fibrinogen plasma.
Penyebab (causa) edema adalah adanya kongesti, obstruksi limfatik, permeabilitas kapiler yang bertambah, hipoproteinemia, tekanan osmotic koloid dan retensi natrium dan air.
Mekanisme:
1. Adanya kongesti
Pada kondisi vena yang terbendung (kongesti), terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intra vaskula (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskula oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi edema).

2. Obstruksi limfatik
Apabila terjadi gangguan aliran limfe pada suatu daerah (obstruksi/penyumbatan), maka cairan tubuh yang berasal dari plasma darah dan hasil metabolisme yang masuk ke dalam saluran limfe akan tertimbun (limfedema). Limfedema ini sering terjadi akibat mastek-tomi radikal untuk mengeluarkan tumor ganas pada payudara atau akibat tumor ganas menginfiltrasi kelenjar dan saluran limfe. Selain itu, saluran dan kelenjar inguinal yang meradang akibat infestasi filaria dapat juga menyebabkan edema pada scrotum dan tungkai (penyakit filariasis atau kaki gajah/elephantiasis).

3. Permeabilitas kapiler yang bertambah
Endotel kapiler merupakan suatu membran semi permeabel yang dapat dilalui oleh air dan elektrolit secara bebas, sedangkan protein plasma hanya dapat melaluinya sedikit atau terbatas. Tekanan osmotic darah lebih besar dari pada limfe.

Daya permeabilitas ini bergantung kepada substansi yang mengikat sel-sel endotel tersebut. Pada keadaan tertentu, misalnya akibat pengaruh toksin yang bekerja terhadap endotel, permeabilitas kapiler dapat bertambah. Akibatnya ialah protein plasma keluar kapiler, sehingga tekanan osmotic koloid darah menurun dan sebaliknya tekanan osmotic cairan interstitium bertambah. Hal ini mengakibatkan makin banyak cairan yang meninggalkan kapiler dan menimbulkan edema. Bertambahnya permeabilitas kapiler dapat terjadi pada kondisi infeksi berat dan reaksi anafilaktik.
4. Hipoproteinemia
Menurunnya jumlah protein darah (hipoproteinemia) menimbulkan rendahnya daya ikat air protein plasma yang tersisa, sehingga cairan plasma merembes keluar vaskula sebagai cairan edema. Kondisi hipoproteinemia dapat diakibatkan kehilangan darah secara kronis oleh cacing Haemonchus contortus yang menghisap darah di dalam mukosa lambung kelenjar (abomasum) dan akibat kerusakan pada ginjal yang menimbulkan gejala albuminuria (proteinuria, protein darah albumin keluar bersama urin) berkepanjangan. Hipoproteinemia ini biasanya mengakibatkan edema umum.

5. Tekanan osmotic koloid
Tekanan osmotic koloid dalam jaringan biasanya hanya kecil sekali, sehingga tidak dapat melawan tekanan osmotic yang terdapat dalam darah. Tetapi pada keadaan tertentu jumlah protein dalam jaringan dapat meninggi, misalnya jika permeabilitas kapiler bertambah. Dalam hal ini maka tekanan osmotic jaringan dapat menyebabkan edema.

Filtrasi cairan plasma juga mendapat perlawanan dari tekanan jaringan (tissue tension). Tekanan ini berbeda-beda pada berbagai jaringan. Pada jaringan subcutis yang renggang seperti kelopak mata, tekanan sangat rendah, oleh karena itu pada tempat tersebut mudah timbul edema.
6. Retensi natrium dan air
Retensi natrium terjadi bila eksresi natrium dalam kemih lebih kecil dari pada yang masuk (intake). Karena konsentrasi natrium meninggi maka akan terjadi hipertoni. Hipertoni menyebabkan air ditahan, sehingga jumlah cairan ekstraseluler dan ekstravaskuler (cairan interstitium) bertambah. Akibatnya terjadi edema.

Retensi natrium dan air dapat diakibatkan oleh factor hormonal (penigkatan aldosteron pada cirrhosis hepatis dan sindrom nefrotik dan pada penderita yang mendapat pengobatan dengan ACTH, testosteron, progesteron atau estrogen).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

saran kritik dan pertanyaan, silahkan komentar dengan sopan :)