Minggu, 22 Januari 2012

my memories.wmv

Morbili

ASKEP MORBILI
TINJAUAN TEORI
Definisi
Morbili adalah penyakit virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium, yaitu stadium prodormal ( kataral ), stadium erupsi dan stadium konvalisensi, yang dimanifestasikan dengan demam, konjungtivitis dan bercak koplik ( Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI ).
Morbili adalah penyakit anak menular yang lazim biasanya ditandai dengan gejala-gejala utama ringan, ruam serupa dengan campak ringan atau demam, scarlet, pembesaran serta nyeri limpa nadi ( Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000)
Etiologi :
Penyebabnya adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan darah sealma masa prodormal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak. Virus ini berupa virus RNA yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus Morbilivirus.
Cara penularan dengan droplet infeksi.
Epidemiologi :
Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.
Patofisiologi :
Droplet Infection (virus masuk)
Berkembang biak dalam RES
Keluar dari RES keluar sirkulasi
Pirogen :
- pengaruhi termostat dalam hipotalamus
Titik setel termostat meningkat
Suhu tubuh meningkat
- pengaruhi nervus vagus ® pusat
muntah di medula oblongata.
- muntah
- anorexia
- malaise
Mengendap pada organ-organ yang
secara embriologis berasal dari ektoderm seperti pada :
- Mukosa mulut
infiltrasi sel-sel radang mononuklear pada kelenjar sub mukosa mulut
Koplik`s spot
- Kulit
Ploriferasi sel-sel endotel kalpiler di dalam korium
Terjadi eksudasi serum dan kadang-kadang eritrsit dalam epidermis
Rash/ ruam kulit
Konjunctiva
terjadi reaksi peradangan umum
Konjuctivitis
Fotofobia
- mukosa nasofaring dan broncus
infiltrasi sel-sel sub epitel dan sel raksasa berinti banyak
Reaksi peradangan secara umum
Pembentukan eksudat serosa disertai proliferasi sel monokuler dan sejumlah kecil pori morfonuklear
Coriza/ pilek, cough/ batuk
Sal. Cerna
Hiperplasi jaringan limfoid terutama pada usus buntu ® mukosa usus teriritasi ® kecepatan sekresi bertambah ® pergerakan usus meningkat ® diare
Manifestasi klinis
Masa tunas/inkubasi penyakit berlangsung kurang lebih dari 10-20 hari dan kemidian timbul gejala-gejala yang dibagi dalam 3 stadium
1. Stadium kataral (prodormal)
Stadium prodormal berlangsung selama 4-5 hari ditandai oleh demam ringa hingga sedang, batuk kering ringan, coryza, fotofobia dan konjungtivitis. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi morbili, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis berhadapandengan molar dibawah, tetapi dapat menyebar tidak teratur mengenai seluruh permukaan pipi. Meski jarang, mereka dapat pula ditemukan pada bagian tengah bibir bawah, langit-langit dan karankula lakrimalis. Bercak tersebut muncul dan menghilang dengan cepat dalam waktu 12-18 jam. Kadang-kadang stadium prodormal bersifat berat karena diiringi demam tinggi mendadak disertai kejang-kejang dan pneumoni. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leukopenia.
2. Stadium erupsi
Coryza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema / titik merah dipalatum durum dan palatum mole. Terjadinya eritema yang berbentuk makula papula disertai dengan menaiknya suhu tubuh. Eritema timbul dibelakang telinga dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening disudut mandibula dan didaerah leher belakang. Juga terdapat sedikit splenomegali, tidak jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari morbili yang biasa ini adalah “Black Measles” yaitu morbili yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.
3. Stadium konvalesensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi


Komplikasi
- Otitis media akut
- Pneumonia / bronkopneumoni
- Encefalitis
- Bronkiolitis
- Laringitis obstruksi dan laringotrakkhetis
Pencegahan
1. Imunusasi aktif
Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin hidup yang pertama kali digunakan adalah Strain Edmonston B. Pelemahan berikutnya dari Strain Edmonston B. Tersbut membawa perkembangan dan pemakaian Strain Schwartz dan Moraten secara luas. Vaksin tersebut diberikan secara subkutan dan menyebabkan imunitas yang berlangsung lama.
Pada penyelidikan serulogis ternyata bahwa imunitas tersebut mulai mengurang 8-10 tahun setelah vaksinasi. Dianjurkan agar vaksinasi campak rutin tidak dapat dilakukan sebelum bayi berusia 15 bulan karena sebelum umur 15 bulan diperkirakan anak tidak dapat membentuk antibodi secara baik karena masih ada antibodi dari ibu. Pada suatu komunitas dimana campak terdapat secara endemis, imunisasi dapat diberikan ketika bayi berusia 12 bulan.
2. Imunusasi pasif
Imunusasi pasif dengan serum oarng dewasa yang dikumpulkan, serum stadium penyembuhan yang dikumpulkan, globulin placenta (gama globulin plasma) yang dikumpulkan dapat memberikan hasil yang efektif untuk pencegahan atau melemahkan campak. Campak dapat dicegah dengan serum imunoglobulin dengan dosis 0,25 ml/kg BB secara IM dan diberikan selama 5 hari setelah pemaparan atau sesegera mungkin.
Pengobatan
Terdapat indikasi pemberian obat sedatif, antipiretik untuk mengatasi demam tinggi. Istirahat ditempat tidur dan pemasukan cairan yang adekuat. Mungkin diperlukan humidikasi ruangan bagi penderita laringitis atau batuk mengganggu dan lebih baik mempertahanakan suhu ruangan yang hangat.
Pemeriksaan Diagnostik
  • Pemeriksaan Fisik
  • Pemeriksaan Darah
Penetalaksanaan Teraupetik
  • Pemberian vitamin A
  • Istirahat baring selama suhu meningkat, pemberian antipiretik
  • Pemberian antibiotik pada anak-anak yang beresiko tinggi
  • Pemberian obat batuk dan sedativum









ASUHAN KEPERAWATAN
I. Pengkajian
A. Identitas diri :
B. Riwayat Imunisasi
C. Kontak dengan orang yang terinfeksi
D. Pemeriksaan Fisik :
1) Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia
2) Kepala : sakit kepala
3) Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung (pada stad eripsi ).
4) Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.
5) Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher, muka, lengan dan kaki (pada stad. Konvalensi), evitema, panas (demam).
6) Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum
7) Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.
8) Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare
9) Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan
E. Keadaan Umum : Kesadaran, TTV

II. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Morbili adalah
1. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan organisme virulen
2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya batuk
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya rash
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat
5. Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya

III. Perencanaan
1. Perluasan infeksi tidak terjadi
2. Anak menunjukkan tanda-tanda pola nafas efektif
3. Anak dapat mempertahankan integritas kulit
4. Anak menunjukan tanda-tanda terpenuhinya kebutuhan nutrisi
5. Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan selama menjalani isolasi dari teman sebaya atau anggota keluarga.
IV. Implementasi
1. Mencegah peluasan infeksi
o Tempatkan anak pada ruangan khusus
o Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit
o Gunakan prosedur perlindugan infeksi jika melakukan kontak dengan anak
o Mempertahankan istirahat selama periode prodromal (kataral)
o Berikan antibiotik sesuai dengan order
2. Mempertahankan pola nafas yang efektif
o Mengkaji ulang status pernafasan (irama, edalaman, suara nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
o Mengkaji ulang tanda-tanda vital (denyut nadi, irama, dan frekuensi)
o Memberikan posisi tempat tidur semi fowler / fowler
o Membantu klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai dengan kemampaunnya
o Menganjurkan anak untuk banyak minum
o Memberikan oksigen sesuai dengan indikasi
o Memberikan obat-obatan yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas (seperti Bronkodilator, antikolenergik, dan anti peradangan)
3. Mempertahankan integritas kulit
o Mempertahankan kuku anak tetap pendek, menjelaskan kepada anak untuk tidak menggaruk rash
o Memberikan obat antipruritus topikal, dan anestesi topikal
o Memberikan antihistamin sesuai order dan memonitor efek sampingnya
o Memandikan klien dengan menggunakan sabun yang lembut untuk mencegah infeksi
o Jika terdapat fotofobia, gunakan bola lampu yang tidak terlalu terang di kamar klien
o Memeriksa kornea mata terhadap kemungkinan ulserasi
4. Mempertahankan kebutuhan nutrisi
o Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
o Ijinkan anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk memperbaiki status gizi pada saat selera makan anak meningkat.
o Berikan makanan yang disertai dengan supleman nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
o Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi kebutuhan gizi anak
o Menilai indikator terpenuhinya kebutuhan nutrisi (berat badan, lingkar lengan, membran mukosa)
o Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tapi sering
o Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
o Mempertahankan kebersihan mulut anak
o Menjelaskan pentingya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit

5. Mempertahankan kebutuhan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan
o Memberikan aktivitas ringan yang sesuai dengan usia anak (permainan, keterampilan tangan, nonton televisi)
o Memberikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulasi yang bervariasi bagi anak
o Melibatkan anak dalam mengatur jadwal harian dan memilih aktivitas yang diinginkan
o Mengijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit, menganjurkan anak untuk berhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan
V. Perencanaan Pemulangan
ü Jelaskan terapi yang diberikan : dosis, efek samping
ü Melakukan imunisasi jika imunisasi belum lengkap sesuai dengan prosedur
ü Menekankan pentingnya kontrol ulang sesuai jadwal
ü Informasikan jika terdapat tanda-tanda terjadinya kekambuhan
DAFTAR PUSTAKA
Ilmu Kesehatann Anak Edisi 2, th 1991. FKUI
Ilmu Kesehatan Anak vol 2, Nelson, EGC, 2000

haemoroid

Asuhan Keperawatan Klien dengan Hemoroid
A. DEFINISI
Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis.
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi di dalam kanal anal. Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50 an, sekitar 50 % individu mengalami berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena.
Hemoroid diklasifikasikan menjadi dua tipe, yaitu hemoroid interna yang terjadi diatas sfingter anal dan hemoroid eksternal yang terjadi diluar sfingter anal.
B. PATOGENESIS
Hemoroid timbul karena dilatasi, pembengkakan, atau inflamasi vena hemoroidalis yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko/pencetus. Faktor risiko hemoroid antara lain mengejan pada saat buang air besar yang sulit, pola buang air besar yang salah (lebih banyak memakai jamban duduk, terlalu lama duduk di jamban sambil membaca), peningkatan tekanan intra abdomen yang disebabkan oleh tumor (tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan karena tekanan janin pada abdomen dan perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare yang berlebihan, hubungan seks per-anal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah), kurang olahraga/imobilisasi.
C. PATOFISIOLOGI
Hemoroid adalah bantalan jaringan ikat dibawah lapisan epitel saluran anus. Sebagai bantalan, maka ia berfungsi untuk:
o Mengelilingi dan menahan anastomosis antara arteri rektalis superior dengan vena rektalis superior, media, dan inferior
o Mengandung lapisan otot polos di bawah epitel yang membentuk masa bantalan
o Memberi informasi sensorik penting dalam membedakan benda padat, cair, atau gas
o Secara teoritis, manusia memiliki tiga buah bantalan pada posterior kanan, anterior kanan, dan lateral kiri.
Kelainan-kelainan bantalan yang terjadi adalah pembesaran, penonjolan keluar, trombosis, nyeri, dan perdarahan yang kemudian disebut/menjadi ciri dari hemoroid.
D. KLASIFIKASI
Hemoroid diklasifikasikan menjadi hemoroid eksterna dan interna.
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
1. Derajat I: bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus. Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop;
2. Derajat II: pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan.
3. Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari.
4. Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan cenderung untuk mengalami trombosis atau infark.
Untuk melihat risiko perdarahan, hemoroid dapat dideteksi olek adanya stigmata perdarahan berupa bekuan darah yang masih menempel, erosi, kemerahan di atas hemoroid.
E. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis hemoroid ditegakkan berdasarkan anamnesis keluhan klinis dari hemoroid berdasarkan klasifikasi hemoroid (derajat I sampai dengan derajat IV) dan pemeriksaan anoskopi dan kolonoskopi. Untuk memastikan, diperlukan pemeriksaan rontgen barium enema atau kolonoskopi total.
F. MANIFESTASI KLINIS
Hemoroid menyebabkan tanda dan gejala:
- Rasa gatal dan nyeri
- Perdarahan berwarna merah terang pada saat BAB
- Pada hemoroid eksternal, sering timbul nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis (pembekuan darah dalam hemoroid) sehingga dapat menimbulkan iskemia dan nekrosis pada area tersebut.
G. ETIOLOGI
Penyebab terjadinya hemoroid antara lain:
1. Terlalu banyak duduk
2. Diare menahun/kronis
3. Kehamilan: disebabkan oleh karena perubahan hormon
4. Keturunan penderita wasir
5. Hubungan seks tidak lazim (perianal)
6. Penyakit yang membuat penderita mengejan
7. Sembelit/ konstipasi/ obstipasi menahun
8. Penekanan kembali aliran darah vena
9. Melahirkan
10. Obesitas
11. Usia lanjut
12. Batuk berat
13. Mengangkat beban berat
14. Tumor di abdomen/usus proksimal
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan hemoroid terdiri dari penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
1. Penatalaksanaan Medis
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat I sampai III atau semua derajat hemoroid yang ada kontraindikasi operasi atau klien yang menolak operasi.
a. Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan cara memperbaiki defekasi.
Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola makan dan minum, perbaikan pola/cara defekasi. Perbaikan defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari. Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
b. Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan keluhan dan gejala.
Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas empat macam, yaitu:
1. Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.: Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine, dulcolax, dll).
2. Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct, Anusol HC, Scheriproct.
3. Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
4. Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 3×2 tablet selama 4 hari, lalu 2×2 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.
c. Minimal Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu invasif antara lain skleroterapi hemoroid atau ligasi hemoroid atau terapi laser. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis tidak berhasil.
2. Penatalaksanaan Tindakan Operatif
Ditujukan untuk hemoroid interna derajat IV dan eksterna atau semua derajat hemoroid yang tidak berespon terhadap pengobatan medis.
o Prosedur ligasi pita karet
o Hemoroidektomi kriosirurgi
o Laser Nd: YAG
o Hemoroidektomi
3. Penatalaksanaan Tindakan non-operatif
o Fotokoagulasi inframerah, diatermi bipolar, terapi laser adalah tekhnik terbaru yang digunakan untuk melekatkan mukosa ke otot yang mendasarinya
o Injeksi larutan sklerosan juga efektif untuk hemoroid berukuran kecil dan berdarah. Membantu mencegah prolaps.
Nursing Assesment:
o Personal Hygiene yang baik terutama didaerah anal
o Menghindari mengejan selama defekasi
o Diet tinggi serat
o Bedrest/tirah baring untuk mengurangi pembesaran hemoroid
I. PENCEGAHAN
Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya hemoroid antara lain:
1. Jalankan pola hidup sehat
2. Olah raga secara teratur (ex.: berjalan)
3. Makan makanan berserat
4. Hindari terlalu banyak duduk
5. Jangan merokok, minum minuman keras, narkoba, dll.
6. Hindari hubunga seks yang tidak wajar
7. Minum air yang cukup
8. Jangan menahan kencing dan berak
9. Jangan menggaruk dubur secara berlebihan
10. Jangan mengejan berlebihan
11. Duduk berendam pada air hangat
12. Minum obat sesuai anjuran dokter
J. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat kesehatan:
- Apakah ada rasa gatal, terbakar dan nyeri selama defekasi?
- Adakah nyeri abdomen?
- Apakah terdapat perdarahan dari rektum? Berapa banyak, seberapa sering, apa warnanya?
- Adakah mucus atau pus?
- Bagaimana pola eliminasi klien? Apakah sering menggunakan laksatif?
Riwayat diet:
- Bagaimana pola makan klien?
- Apakah klien mengkonsumsi makanan yang mengandung serat?
Riwayat pekerjaan:
- Apakah klien melakukan pekerjaan yang memerlukan duduk atau berdiri dalam waktu lama?
Aktivitas dan latihan:
- Seberapa jumlah latihan dan tingkat aktivitas?
Pengkajian obyektif:
- Menginspeksi feses apakah terdapat darah atau mucus dan area perianal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Konstipasi b.d mengabaikan dorongan untuk defekasi akibat nyeri selama defekasi
b. Ansietas b.d rencana pembedahan dan rasa malu
c. Nyeri b.d iritasi, tekanan dan sensitivitas pada area rektal/anal sekunder akibat penyakit anorektal dan spasme sfingter post-operatif
d. Perubahan eliminasi urinarius b.d rasa takut nyeri post-operatif
e. Risiko ketidakefektifan penatalaksanaan program terapi
3. Perencanaan dan intervensi
- Menghilangkan konstipasi
Intervensi:
a. Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau pada waktu tidur
b. Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan
c. Menambahkan makanan tinggi serat pada diet
d. Meningkatkan masukan cairan hingga 2 liter/24 jam
- Menurunkan ansietas
- Menghilangkan nyeri
Intervensi:
a. Mengubah posisi tubuh dan aktifitas untuk meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan
- Meningkatkan eliminasi urinarius
- Pemantauan dan penatalaksanaan komplikasi
- Pendidikan klien dan pertimbangan perawatan di rumah
K. BIBLIOGRAFI
Leff, E: Hemorrhoidectomy – Laser vs non-laser: out patient surgical experience at: www.medscape.com.
Keigley MRB. 2001. Hemorrhoidal Disease in Surgery of the Anus, Rectum and Colon, 2nd edition. WB Saunders: London.
Iwagaki: The Laser Treatment of Hemorrhoids: result of a study on 1816 patients in Surgery Today, vol 19 on 6 November 1989.
Gurley, D: hemorrhoid at: www.emedicine.com.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta.
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi IV