Senin, 02 Januari 2012

EFEK SAMPING OBAT

PEMBAHASAN FARMAKOLOGI TENTANG EFEKSAMPING OBAT


                

DISUSUN OLEH KELOMPOK
-














DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN
1.   latar belakang

BAB II PEMBAHASAN
          1. pengetian
          2. manfaat etika dalam kehidupan manusia
          3. berpenampilan
          4. etiket dalam berpakaian
          5. cara berpakaiaan menurut pandangan agama islam
          6. tips berpenampilan yang baik
          7. hal-hal yang harus di perhatikan dalm berhias

BAB III PENUTUP
1.   Kesimpulan


DAFTAR PUSTAKA















KATA PENGANTAR

Etiket berasal dari bahasa Perancis etiquette yang berarti aturan sopan santun dan tata cara pergaulan yang baik antara sesama manusia. Biasanya orang yang mengerti dan menghayati etiket akan lebih berhasil dalam pergaulan dan pekerjaan.
Etiket mengajarkan kita untuk memelihara hubungan baik, bahkan memikirkan kepentingan dan keinginan orang lain. Pemahaman tentang etiket dapat dijadikan alat pengendali. Hal ini juga membuat diri kita disegani, dihormati, disenangi, percaya diri, dan mampu memlihara suasana yang baik di lingkungan.
Seorang Public Relations sangat perlu sekali mempelajari etiket kantor ini, karena seorang Public Relations selalu melakukan komunikasi baik dengan publik internal maupun publik eksternal. Dalam pergaulan kantor seorang Public Relations harus berpedoman kepada etiket kantor sebagai pegangan dan petunjuk bergaul secara wajar, sopan dan simpatik.

                                                                  
                                                                             TIM PENYUSUN






LATAR BELAKANG

Menurut definisi efek samping suatu obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan.Efek samping adakalanya tidak dapat dihindarkan, misalnya rasa mual pada penggunaan digoksin, ergotamin, atau estrogen dengan dosis yang melebihi dosis normal. Kadang efek samping merupakan kelanjutan efek utama sampai tingkat yang tidak diinginkan, misalnya rasa kantuk pada fenobarbital, bila digunakan sebagai obat epilepsi. Bila efek samping terlalu hebat dapat dilawan dengan obat lain misalnya obat antimual (meklizine, proklorperazin) atau obat anti mengantuk (kofein, amfetamin).

















PENGERTIAN
Efek samping obat adalah suatu reaksi yang tidak diharapkan dan berbahaya yang diakibatkan oleh suatu pengobatan. Efek samping obat, seperti halnya efek obat yang diharapkan, merupakan suatu kinerja dari dosis atau kadar obat pada organ sasaran.
Interaksi obat juga merupakan salah satu penyebab efek samping. Hal ini terjadi ketika tenaga kesehatan (dokter, apoteker, perawat) lalai dalam memeriksa obat yang dikonsumsi oleh pasien, sehingga terjadi efek-efek tertentu yang tidak diharapkan di dalam tubuh pasien. Bertambah parahnya penyakit pasien yang dapat berujung kematian merupakan kondisi yang banyak terjadi di seluruh dunia akibat interaksi obat ini.
interaksi ini dapat terjadi antar obat atau antara obat dengan makanan/minuman. Bahkan tanaman yang digunakan dalam pengobatan alternatif yang disangka aman oleh sebagian besar masyarakat juga dapat berinteraksi dengan obat lainnya. Contohnya adalah tanaman St. John's wort (Hypericum perforatum), yang digunakan untuk pengobatan depresi sedang. Tanaman ini menyebabkan peningkatan enzim sitokrom P450 yang berperan dalam metabolisme dan eliminasi banyak obat-obatan di tubuh, sehingga pasien yang mengkonsumsi St John's wort akan mengalami pengurangan kadar obat lain dalam darah yang digunakan bersamaan.

Efek samping yang sering ditemui adalah pembengkakan gusi. Obat-obatan yang dapat memicunya antara lain obat anti konvulsi (epilepsi), obat imunosupresan, antihipertensi, dan kontrasepsi oral. Pembengkakan gusi ini biasanya tanpa rasa sakit kecuali bila terjadi infeksi. Dan, biasanya bengkak akan hilang bila pemakaian obat dihentikan.
Obat hisap antiseptik, obat kumur, pasta gigi yang mengandung formalin, komponen herbal, dan obat anestesi (bius) lokal dapat menyebabkan stomatitis atau peradangan pada jaringan lunak mulut.


Sedangkan, kebiasaan sebagian orang yang meletakkan obat seperti aspirin dan kokain di dasar mulut juga dapat menyebabkan ulserasi atau luka terbuka.

Ada beberapa obat yang dapat menyebabkan produksi air liur terganggu, sehingga mulut terasa kering (xerostomia). Diantaranya adalah obat antihipertensi (clonidine), antihistamin, amphetamine, dan obat-obatan antikolinergik.

Penggunaan obat kumur yang mengandung alkohol juga dapat menyebabkan xerostomia.  Berkurangnya aliran air liur ini dapat meningkatkan resiko karies dan bakteri infeksi karena air liur memiliki efek self-cleansing yang membilas rongga mulut dari kotoran dan bakteri.
Perubahan warna gigi dan jaringan lunak mulut (diskolorisasi) juga dapat terjadi dengan pemakaian obat-obatan dan bahan tertentu dalam jangka panjang. Salah satunya, penggunaan antibiotik tetrasiklin dalam jangka panjang dapat menyebabkan gigi berwarna abu-abu.
Bila diberikan saat kehamilan, antibiotik tetrasiklin akan mempengaruhi pembentukan gigi pada janin yang sedang dikandung. Oleh karena itu, tetrasiklin sudah jarang digunakan.

Pemakaian obat kumur chlorhexidine secara rutin jangka panjang dapat menyebabkan jaringan lunak berwarna kecoklatan. Demikian juga kebiasaan minum kopi, teh, dan makanan dan minuman lain yang mengandung zat pewarna juga dapat menyebabkan perubahan warna pada gigi.

Dapat disimpulkan bahwa kita sebagai pasien atau konsumen perlu tahu apa saja kandungan yang terdapat dalam obat-obatan yang kita konsumsi. Komposisi dan efek samping obat perlu diketahui sebelum dikonsumsi.

Salah satu caranya adalah dengan pro aktif bertanya kepada dokter saat kita diresepkan suatu obat, atau membaca petunjuk yang tertera dalam kemasan secara seksama







MACAM-MACAM EFEK SAMPING OBAT

Efek samping obat secara umum dikelompokkan menjadi 2 :
1.      Efek samping yang dapat diperkirakan, meliputi:
         Efek farmakologi yang berlebihan (disebut juga efek toksik) dapat disebabkan karena pemberian dosis relatif yang terlalu besar bagi pasien yang bersangkutan (terutama kelompok pasien dengan resiko tinggi, seperti bayi, usia lanjut, pasien dengan penurunan fungsi ginjal atau hati)
         Gejala penghentian obat (withdrawal syndrome) merupakan suatu kondisi dimana munculnya gejala penyakit semula  disebabkan karena penghentian pemberian obat. Tindakan pemberhentian penggunaan obat hendaknya dilakukan secara bertahap.
         Efek samping yang tidak berupa efek farmakologi utama, untuk sebagian besar obat umumnya telah dapat diperkirakan berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan secara sistematik sebelum obat  mulai digunakan untuk pasien. Efek-efek ini umumnya dalam derajad ringan namun angka kejadiannya bisa cukup tinggi. Misalnya, rasa kantuk setelah pemakaian antihistamin; iritasi lambung pada penggunaan obat-obat kortikosteroid; dll.


2.      Efek samping yang tidak dapat diperkirakan:
         Reaksi Alergi, terjadi sebagai akibat dari reaksi imunologi. Reaksi ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya, seringkali sama sekali tidak tergantung dosis dan bervariasi pengaruhnya antara satu pasien dengan yang lainnya.Beberapa contoh bentuk efek samping dari alergi yang seringkali terjadi antara lain:
o          Demam. Umumnya dalam derajad yang tidak terlalu berat, dan akan hilang dengan sendirinya setelah penghentian obat beberapa hari.
o          Ruam kulit (skin rashes), dapat berupa eritema (kulit berwarna merah), urtikaria (bengkak kemerahan), fotosensitifitasi, dll.









·        Penyakit jaringan ikat, merupakan gejala lupus eritematosus sistemik, kadang-kadang melibatkan sendi.
        Gangguan sistem darah, trombositopenia, neutropenia (atau agranulositosis), anemia hemolitika, dan anemia aplastika. merupakan efek yang kemungkinan akan dijumpai, meskipun angka kejadiannya mungkin relatif jarang.
o          Gangguan pernafasan. Asma akan merupakan kondisi yang sering dijumpai, terutama karena aspirin. Pasien yang telah diketahui sensitif terhadap aspirin kemungkinan besar juga akan sensitif terhadap analgetika atau antiinflamasi lain.


         Reaksi karena faktor genetik. Pada orang-orang tertentu dengan variasi atau kelainan genetik, suatu obat mungkin dapat memberikan efek farmakologik yang berlebihan. Efek obatnya sendiri dapat diperkirakan, namun subjek yang mempunyai kelainan genetik seperti ini yang mungkin sulit dikenali tanpa pemeriksaan spesifik.
         Reaksi idiosinkratik. Istilah idiosinkratik digunakan untuk menunjukkan suatu kejadian efek samping yang tidak lazim, tidak diharapkan atau aneh, yang tidak dapat diterangkan atau diperkirakan mengapa bisa terjadi. Jadi reaksi ini dapat terjadi diluar dugaan












SECARA KHUSUS

1. Aborsi atau keguguran, akibat Misoprostol, obat yang digunakan untuk pencegahan (gastric ulcer) borok lambung yang disebabkan oleh obat anti inflamasi non steroid.
2. Ketagihan, akibat obat-obatan penenang dan analgesik seperti diazepam serta morfin.
3. Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
4. Pendarahan usus, akibat Aspirin.
5. Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
6. Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
7. Kematian, akibat Propofol.
8. Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
9. Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
10. Diare, akibat penggunaan Orlistat.
11. Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
12. Demam, akibat vaksinasi.
13. Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
14. Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
15. Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
16. Kerusakan hati akibat Parasetamol.
17. Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
18. Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
19. Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan.






Faktor-faktor pendorong terjadinya efek samping obat
*     Faktor bukan obat
Faktor-faktor pendorong yang tidak berasal dari obat antara lain adalah:
         Intrinsik dari pasien, yakni umur, jenis kelamin, genetik, kecenderungan untuk alergi, penyakit, sikap dan kebiasaan hidup.
         Ekstrinsik di luar pasien, yakni dokter (pemberi obat) dan lingkungan, misalnya pencemaran oleh antibiotika.
*     b) Faktor obat
         Intrinsik dari obat, yaitu sifat dan potensi obat untuk menimbulkan efek samping.
         Pemilihan obat.
         Cara penggunaan obat.
         Interaksi antar obat.

Upaya pencegahan
Agar kejadian efek samping dapat ditekan serendah mungkin, selalu dianjurkan untuk melakukan hal-hal berikut:
*     Selalu harus ditelusur riwayat rinci mengenai pemakaian obat oleh pasien pada waktu-waktu sebelum pemeriksaan, baik obat yang diperoleh melalui resep dokter maupun dari pengobatan sendiri.
*     Gunakan obat hanya bila ada indikasi jelas, dan bila tidak ada alternatif non-farmakoterapi.
*     Hindari pengobatan dengan berbagai jenis obat dan kombinasi sekaligus.
*      Berikan perhatian khusus terhadap dosis dan respons pengobatan pada: anak dan bayi, usia lanjut, dan pasien-pasien yang juga menderita gangguan ginjal, hepar dan jantung. Pada bayi dan anak, gejala dini.

*       
*       
*       
*       
*       
*       
*       
*      Efek samping seringkali sulit dideteksi karena kurangnya kemampuan komunikasi, misalnya untuk gangguan pendengaran.
*     Perlu ditelaah terus apakah pengobatan harus diteruskan, dan segera hentikan obat bila dirasa tidak perlu lagi.
*     Bila dalam pengobatan ditemukan keluhan atau gejala penyakit baru, atau penyakitnya memberat, selalu ditelaah lebih dahulu, apakah perubahan tersebut karena perjalanan penyakit, komplikasi, kondisi pasien memburuk, atau justru karena efek samping obat.

Penanganan efek samping
*     Segera hentikan semua obat bila diketahui atau dicurigai terjadi efek samping. Bukanlah tindakan yang tepat bila mengatasi efek samping dengan menambah konsumsi obat untuk mengobati efek yang timbul tanpa disertai dengan penghentian obat yang dicurigai berefek samping. Hal ini justru akan bernilai tidak efektif , dan efek samping tetap terus terjadi.
*     Upaya penanganan klinik tergantung bentuk efek samping dan kondisi penderita. Pada bentuk-bentuk efek samping tertentu diperlukan penanganan dan pengobatan yang spesifik. Misalnya untuk syok anafilaksi (suatu reaksi alergi) diperlukan pemberian adrenalin dan obat serta tindakan lain untuk mengatasi syok. Contoh lain misalnya pada keadaan alergi, diperlukan penghentian obat yang dicurigai, pemberian antihistamin atau kortikosteroid (bila diperlukan)

Ada 5 efek samping dari obat yang terbilang aneh atau berbeda dari efek smaping yang biasa terjadi (Dikutip dari Howstuffworks), yaitu:
*      Amnesia
Kondisi ini terjadi jika seseorang secara tiba-tiba tidak ingat siapa dirnya atau darimana ia berasal. Biasanya amnesia yang terjadi akibat efek samping obat bukanlah amnesia total tapi kehilangan memori jangka pendeknya.
Efek samping ini bisa terjadi pada orang yang mengonsumsi obat Mirapex (dengan nama generik pramipexole) yang digunakan untuk mengendalikan gejala Parkinson dan pada orang Restless Leg Syndrome (RLS).

*       
*       
*       
*       
*       
*       
*       
*      Obat lainnya adalah statin yang digunakan untuk menurunkan kolesterol. Beberapa peneliti berteori bahwa statin dapat menghalangi pembentukan kolesterol yang diperlukan untuk saraf. Tapi diyakini obat ini masih memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan efek sampingnya.
*     Rasa nyeri dan sakit
Beberapa obat memang ada yang berfungsi untuk menghilangkan rasa sakit atau nyeri di tubuh, tapi ada obat yang tidak berhubungan dengan nyeri justru menimbulkan rasa sakit. Orang-orang yang mengonsumsi antihistamin Allegra (dengan nama generik fexofenadine) untuk menghilangkan demam dan gejala alergi lain, ada kemungkinan mengalami rasa sakit otot dan sakit punggung.
*     Gangguan penglihatan dan indera lainnya
Beberapa obat yang diminum terkadang menimbulkan rasa pahit di mulut, tapi jika obat tersebut meninggalkan rasa yang buruk atau bisa mendistorsi indera perasa maka ada kemungkinan hal tersebut akibat efek samping dari obat yang diminum.
Salah satu obat yang bisa mempengaruhi fungsi indera seseorang adalah vasotec (dengan nama generik enalapril) yang digunakan untuk mengobati darah tinggi dan gagal jantung kongestif. Obat ini bisa mempengaruhi kelima indera seperti mengurangi rasa penciuman (anosmia), mengganggu pendengaran (tinnitus) dan masalah mata seperti gangguan penglihatan dan mata kering.
*     Perubahan warna urine
Warna urine memang bisa menunjukkan adanya hal yang tidak beres dengan tubuh, misalnya ada infeksi atau keracunan zat besi. Jika urine berwarna hitam ada kemungkinan efek samping akibat mengonsumsi obat flagyl, furazolidone atau antibiotik lainnya. Urine berwarna ungu ada kemungkinan sebagai efek samping dari obat phenolphthalein yang digunakan dalam jangka waktu lama.
Jika urine berwarna hijau ada kemungkinan sebagai efek samping dari obat elavil dan beberapa antidepresan. Sedangkan jika urine berwarna biru ada kemungkinan sebagai efek samping dari obat dyrenium, diuretik atau metilen biru yang digunakan untuk mengurangi iritasi akibat infeksi kandung kemih
*     Halusinasi
Kondisi ini terjadi jika seseorang melihat atau mendengar sesuatu yang tidak benar-benar ada, halusinasi yang terjadi bisa berupa visual atau auditori. Beberapa obat yang bisa menyebabkan halusinasi adalah mirapex dan lariam (dengan nama generik mefloquine) yang diciptakan untuk mencegah atau mengobati malaria di Angkatan Darat AS.



Berikut ini adalah contoh dari efek samping obat yang biasanya terjadi:
*     Kerusakan janin, akibat Thalidomide dan Accutane.
*     Pendarahan usus, akibat Aspirin.
*     Penyakit kardiovaskular, akibat obat penghambat COX-2.
*     Tuli dan gagal ginjal, akibat antibiotik Gentamisin.
*     Kematian, akibat Propofol.
*     Depresi dan luka pada hati, akibat Interferon.
*     Diabetes, yang disebabkan oleh obat-obatan psikiatrik neuroleptik.
*     Diare, akibat penggunaan Orlistat.
*     Disfungsi ereksi, akibat antidepresan.
*     Demam, akibat vaksinasi.
*     Glaukoma, akibat tetes mata kortikosteroid.
*     Rambut rontok dan anemia, karena kemoterapi melawan kanker atau leukemia.
*     Hipertensi, akibat penggunaan Efedrin. Hal ini membuat FDA mencabut status ekstrak tanaman efedra (sumber efedrin) sebagai suplemen makanan.
*     Kerusakan hati akibat Parasetamol.
*     Mengantuk dan meningkatnya nafsu makan akibat penggunaan antihistamin.
*     Stroke atau serangan jantung akibat penggunaan Sildenafil (Viagra).
* Bunuh diri akibat penggunaan Fluoxetine, suatu antidepresan



 

BAB III

Efek Samping obat Antibiotik


A.Efek Samping Antibiotik
 Meski sering masuk ke dalam resep, mulai sekarang guna­kan antibiotik dengan lebih bijak. Antibiotik menyembuhkan penyakit dengan membunuh atau melemahkan bakteri. Penisilin adalah antibiotik pertama yang ditemukan di dunia (itu joke secara tak sengaja), dan hingga hari ini lebih dari 100 antibiotik tersedia untuk menyembuhkan penyakit ringan hingga yang membahayakan kelangsungan hidup.
Meskipun antibiotik berguna untuk menyembuhkan infeksi bakteri, tetapi jangan lupakan efek sampingnya. Antibiotik merupakan senyawa atau kelompok obat yang dapat mencegah perkembangbiakan berbagai bakteri dan mikroorganisme berbahaya dalam tubuh. Selain itu, antibiotik juga digunakan untuk menyembuhkan penyakit menular yang disebabkan oleh protozoa dan jamur.
Tapi belum banyak orang yang tahu bahwa antibiotik juga dapat menyebabkan efek samping yang cukup membahayakan. Diberitakan dari Ehow.

B. EFEK SAMPING OBAT ANTIBIOTIK:
1. Gangguan pencernaan
Salah satu efek samping antibiotik yang pale umum adalah masalah pencernaan, seperti diare, mual, kram, kembung dan nyeri.

2. Gangguan fungsi jantung dan tubuh lainnya
Beberapa orang yang mengonsumsi antibiotik mengalami jantung berdebar-debar, detak jantung abnormal, sakit kepala parah, masalah hati seperti penyakit kuning, masalah ginjal seperti air kecing berwarna gelap dan batu ginjal dan masalah saraf seperti kesemutan di tangan dan kaki.

3. Infeksi
Efek samping yang pale rentan dirasakan perempuan adalah infeksi jamur pada organ reproduksi yang dapat menyebabkan keputihan, gatal dan vagina mengeluarkan bau serta cairan.

4. Alergi
Orang yang mengonsumsi antibiotik juga sering mengalami alergi, bahkan hingga bertahun-tahun. Alergi yang sering terjadi adalah gatal-gatal dan pembengkakan di mulut atau tenggorokan.




5. Resistensi (kebal)
Orang yang keseringan minum antibiotik bisa mengalami resistensi atau tidak mempan lagi dengan antibiotik. Ketika seseorang resisten terhadap antibiotik, ada beberapa penyakit dan infeksi yang tidak dapat lagi diobati, sehingga memerlukan antibiotik dengan dosis lebih tinggi. Semakin tinggi dosis maka akan semakin menimbulkan efek samping yang serius dan mengancam jiwa.

6. Gangguan serius dan mengancam nyawa
Penggunaan antibiotik dosis tinggi dan dalam jangka lama dapat menimbulkan efek sampaing yang sangat serius, seperti disfungsi atau kerusakan hati, shock (gerakan tubuh yang tidak terkontrol), penurunan sel darah putih, kerusakan otak, kerusakan ginjal, tendon pecah, koma, aritmia jantung (gangguan irama jantung) dan bahkan kematian.

Untuk menghindari efek samping antibiotik yang berbahaya tersebut, maka sangat dianjurkan untuk menggunakan antibiotik sesuai dengan dosis dan aturan pemakaian.




C.  cara yang bisa membantu untuk memerangi penggunaan antibiotik secara berlebihan.


Diagnosa Dengan Cermat
Jangan meminta antibiotik bila tidak perlu. Bila anak sakit, mintalah pemeriksaan (diagnosa) yang jelas. Sebab ada beberapa penyakit yang sebenarnya tidak memerlukan antibiotik.

Jika dokter mendiagnosa anak terkena flu, infeksi fungsi saluran pernapasan, atau bronchitis, biasanya anak tidak akan diberikan antibiotik. Begitu juga halnya jika anak terkena radang tenggorokan atau terkena bakteri lainnya.
Apabila dokter memberikan antibiotik setiap kali anak terkena radang tenggorokan dan tidak melakukan tes bakteri, itu tandanya anak meminum antibiotik untuk sesuatu yang tidak perlu.





Beda Virus Dan Bakteri
Pelajari perbedaan antara pathogen dan bakteri. Jangan langsung menggunakan antibiotik ketika anak terinfeksi pathogen lain seperti cacar air atau gastroenteritis (diare).

Jadi, mengapa Anda harus memberi antibiotik saat anak hanya terserang demam atau flu? Ingus yang berwarna kuning atau hijau bukan berarti infeksi sinus yang disebabkan oleh virus. Sehingga solusinya adalah harus diberikan antibiotik, kecuali memang gejala tadi sudah berlangsung dan sudah ada selama 10-14 hari atau lebih.
Tegaskan Kembali
Katakan kepada dokter, Anda tidak mengharapkan pemberian antibiotik, apalagi jika memang tidak dibutuhkan. Pasalnya, masih banyak yang mempercayai mitos, “orangtua hanya menginginkan antibiotik ketika mereka pergi ke dokter.”

Padahal sering kali orangtua mengunjungi dokter hanya untuk memeriksakan apakah telinga anaknya terinfeksi atau terkena penyakit lainnya yang lebih serius. Mereka kerap kali menghibur diri dengan berpikir, ini hanya influenza biasa.
Atau pada awal kunjungan, katakan kepada dokter, “Saya rasa anak saya hanya terkena influenza dan akan sembuh sendiri. Saya hanya ingin memastikan jika telinganya baik-baik saja”.
Tidak ada salahnya pergi ke dokter jika anak sakit dan Anda tak harus menunggu 7-10 hari agar gejala itu hilang. Tapi yakinkan, Anda benar-benar tidak memerlukan antibiotik kecuali memang jika benar-benar dibutuhkan. Tanyakan apa yang dapat dilakukan untuk membuat anak merasa lebih baik. Itu sebenarnya tujuan Anda, kan!
Disiplin Memakainya
Pencegahan melawan penyakit-penyakit tadi sebenarnya cukup dengan menggunakan obat yang diresepkan, kompres, dan memberi banyak cairan. Itu semua dapat membantu anak merasa lebih baik sampai infeksinya sembuh.

Jika harus menggunakan antibiotik, gunakanlah sesuai resep yang diberikan. Jangan berhenti meminumnya saat sudah merasa baikan atau menyimpannya untuk digunakan lagi di kemudian hari.
Mintalah petunjuk dokter untuk mempelajari penyakit anak dan cara mengatasinya. Semata-mata agar Anda sebagai orangtua lebih paham tentang kapan sebetulnya antibiotik dibutuhkan, masalah daya tahan tubuh, dan lain-lain.

Hasilnya? Anda dan anak akan aman dari risiko pemakaian obat antibiotik secara berlebihan di kemudian hari. Jika dokter tak sempat mengajarkan Anda tentang pemakaian antibiotik, masih ada banyak sumber-sumber yang bisa digali, misalnya mencari di internet atau bertanya kepada seorang kenalan yang kompeten mengenai masalah itu




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

saran kritik dan pertanyaan, silahkan komentar dengan sopan :)